ABSTRAK
Karya ilmiah ini bertujuan
untuk mengupas fenomena retenir yang berada di masyarakat serta upaya – upaya
yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi rentenir. Keburukan rentenir tidak
berpengaruh terhadap kecenderungan masyarakat dalam meminjam uang/modal kepada
rentenir. Hal ini dikarenakan proses peminjaman modal yang cepat sehingga
masyarakat kecil banyak yang mengalihkan peminjamannya dari bank ke rentenir.
Dalam pelaksanaannya, rentenir selalu memudahkan masyarakat dalam meminjamkan
modal, akan tetapi bunga yang dikenakan kepada pihak peminjam sangat besar
melebihi bank. Sehingga bagi masyarakat yang tidak dapat membayar dalam kurun
waktu yang lama, maka bunga akan bertambah besar bahkan melebihi yang dipinjam
Kata kunci:
Pemerintah, rentenir, bank, masyarakat
1.
Pendahuluan
Permasalahan ekonomi
yang terjadi dalam masyarakat memang tidak ada habisnya. Hal ini disebabkan terjadinya krisis ekonomi
berkepanjangan yang tentunya sangat merugikan dan meresahkan masyarakat.
Kesulitan ekonomi ini tak jarang membuat masyarakat sulit untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Keadaan ini akan membuat masyarakat yang notabene hanya
pengusaha kecil akan menjadi sulit dalam membangun usaha mereka yang disebabkan
modal mereka hanya sedikit dan tidak mudah untuk menemukan tempat untuk
meminjam modal. Dan pada saat seperti inilah peran bank di masyarakat akan
sangat dibutuhkan.
Bank merupakan salah
satu institusi yang sangat berperan dalam bidang perekonomian suatu negara
(khususnya dibidang pembiayaan perekonomian). Hal ini, didasarkan atas fungsi
utama bank yang merupakan lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana
(surplus of fund) dengan pihak yang memerlukan dana (lack of fund). Dengan
adanya Bank di masyarakat, maka diharapkan akan membantu masyarakat dalam
meningkatkan usaha
Seiring dengan
berjalannya waktu, masyarakat kecil mulai meninggalkan bank, hal ini disebabkan
dalam proses peminjaman dalam bank sangat sulit dan lama, padahal masyarakat
tidak bisa menunggu lama yang disebabkan persaingan usaha semakin lama semakin
ketat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Siti (47 tahun) salah satu
masyarakat ambulu yang menyatakan “saya
dulu memang pinjam di bank, tapi sekarang saya tidak meminjam lagi karena
proses peminjamannya sangat ruwet dan lama, padahal saya ingin cepat punya
modal. Dan sekarang saya lebih sering meminjam ke rentenir yang prosesnya
gampang dan cepat”.
Rentenir adalah suatu
jenis pekerjaan yang sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan bank dan lembaga
keuangan non bank yang bergerak dibidang jasa pelayanan simpan pinjam uang.
Sebagai contoh lembaga tersebut seperti Penggadaian, Koperasi Simpan Pinjam
(KSP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Umum. Perbedaannya terletak di
statusnya dimana rentenir adalah wiraswasta yang tidak berbadan hukum, yang
mengolah usahanya sendiri, dengan kebijakan dan peraturan sendiri. Sementara
Penggadaian, KSP, BPR dan Bank Umum adalah suatu institusi berbadan hukum
dengan peraturan dan kebijakannya disesuaikan pada ketentuan-ketentuan dan
ketetapan-ketetapan pemerintah atau lembaga ekonomi lainnya.
Keunggulan rentenir
dapat dilihat dari proses peminjamannya. Pinjaman yang dikeluarkan oleh
rentenir lebih mudah, cepat dan tidak perlu agunan (didasarkan rasa saling
percaya). Peminjam yang baru biasanya diperlakukan dengan sangat baik,
selanjutnya disesuaikan dengan prilaku dari masing-masing peminjam. Jumlah
besar dan kecilnya pinjaman tidak dibatasi, tergantung kepada kemampuan pemberi
pinjaman demikian juga kebutuhan peminjam. Peminjam tidak perlu repot
mendatangi pemberi pinjaman untuk membayar cicilan pinjaman atau sekedar bunga
pinjaman, karena biasanya pemberi pinjamanlah yang mendatangi para peminjam
uang bahkan ke kios atau ke rumah mereka.
Adapun rentenir
memiliki kekurangan dimana hal ini yang dapat membuat peminjam mengeluh, bahkan
kabur dari tanggung jawabnya. Bunganya terlalu besar, biasanya rentenir
menetapkan bunga dengan interval 10% sampai dengan 30 %. Sementara kalau
dibandingkan pinjaman dari Penggadaian, Koperasi Simpan Pinjam, BPR dan Bank
Umun, yang mana kisaran bunganya tidak lebih dari 10% sampai dengan 15%
(berptokan pada suku bunga acuan Bank Indonesia) atau bahkan hanya 3% sampai
dengan 4 % dalam menetapkan bunga. Penagihan pinjaman dilakukan dengan tindakan
sewenang-wenang kepada nasabah yang mulai telat dalam membayar cicilan. Karena
tidak ada jaminan atau agunannya, banyak nasabah yang akhirnya melarikan diri,
karena tidak sanggub membayar. Biasanya rentenir memiliki tukang pukul untuk
mengejar nasabah yang melarikan diri dari tanggung jawabnya.
Rentenir disamping
memudahkan masyarakat, juga sangat menyengsarakan masyarakat dalam segi
pembayaran pinjaman dan cara penagihan hutang. Hal ini tentunya mengundang
tindakan dari pemerintah untuk mengatasi
perkembangan rentenir (bank illegal) di masyarakat
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti (penulis) tertarik
untuk membahas
upaya-upaya pemerintah untuk mengatasi rentenir (bank illegal) di masyarakat.
2.
Pembahasan
Dalam praktiknya,
bank-bank illegal (rentenir) selalu merugikan masyarakat maupun Negara,
merugikan masyarakat dalam artian membuat masyarakat semakin ketergantungan
kepada rentenir dan tidak akan bisa lepas kemudian akan semakin jatuh miskin
bila tidak dapat membayar bunga yang relative tinggi. Bagi Negara, ini
merupakan salah satu penggerogotan perekonomian secara perlahan-lahan, terutama
pada masyarakat kalangan bawah. Oleh karena itu, sebagai pemerintah yang
mengayomi masyarakatnya wajib mengatasi hal ini, antara lain dengan cara :
1. Disusun
PERDA ( peraturan daerah )
Berbicara
tentang praktek rentenir dari sisi hukum positif, paling tidak ada 2
undang-undang yang secara secara prinsip sebenarnya telah dilanggar walaupun
implisit.
Pertama, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan [UU
Perbankan], bahwa perbankan memiliki pengertian sebagai segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank, berdasarkan definisi Pasal 1
ayat (2) UU Perbankan, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Artinya selain bank dan lembaga keuangan non bank (seperti koperasi, asuransi, perusahaan sekuritas, dan lembaga pembiayaan yang diperbolehkan oleh peraturan perundangan), dilarang melakukan pengumpulan dana dan miminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Artinya selain bank dan lembaga keuangan non bank (seperti koperasi, asuransi, perusahaan sekuritas, dan lembaga pembiayaan yang diperbolehkan oleh peraturan perundangan), dilarang melakukan pengumpulan dana dan miminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Kedua, berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004
tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU Bank
Indonesia) diterangkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia (BI) adalah
mengatur dan mengawasi Bank dalam ruang lingkup Indonesia, dan dalam rangka
tersebut Pasal 26 UU BI menegaskan bahwa Bank Indonesia berwenang untuk a)
memberikan dan mencabut izin usaha Bank; b) memberikan izin pembukaan,
penutupan, dan pemindahan kantor Bank; c) memberikan persetujuan atas
kepemilikan dan kepengurusan Bank; d) memberikan izin kepada Bank untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Implikasinya, semua kegiatan masyarakat yang menghimpun dan/atau meminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan komersial harus mendapatkan ijin dari BI. Jika tidak berijin, berarti bank liar yang sifatnya illegal atau melawan hukum.
Implikasinya, semua kegiatan masyarakat yang menghimpun dan/atau meminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan komersial harus mendapatkan ijin dari BI. Jika tidak berijin, berarti bank liar yang sifatnya illegal atau melawan hukum.
Pentingnya PERDA
a. Perlunya disusun Peraturan Daerah
(PERDA) untuk melarang praktek rentenir adalah alasan filosofis dan berdasarkan
urgensinya melihat maraknya praktek rentenir yang sangat merugikan masyarakat
ini. Tugas penyelenggara Negara, termasuk pemerintahan di daerah (cq. Pimpinan
Daerah dan Wakil-Wakil Rakyat di DPRD) adalah mengayomi kepentingan masyarakat
banyak. Bukankah salah satu amanah pembukaan UUD 45, “…untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia…,” dst.
b. Dalam tinjauan kacamata sosiologis,
praktek rentenir merupakan pola hubungan ekonomi antar warga masyarakat yang
mengandung parasitisme (bahkan kejahatan) di mana ada individu yang diuntungkan
dengan sekian banyak warga yang menderita terkena dampak dan karena itu bisa
dikategorikan “penyakit masyarakat” yang tidak berbeda dengan praktek
prostitusi, perjudian, perdagangan dan penyalagunaan narkoba, dan sejenisnya.
Semuanya merupakan tindakan ilegal yang artinya melawan hukum. Dan praktek
rentenir mempunyai dampak yang sangat merusak karena yang terkena umumnya kaum
ibu-ibu yang menjadi pengelola keuangan ekonomi keluarga.
c. Fungsi PERDA berdasarkan ketentuan
perundang-undangan merupakan instrument kebijakan untuk melaksanakan fungsi
pemerintahan di daerah dan sekaligus bisa juga bisa merupakan peraturan
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dengan
kata lain, untuk alasan kepraktisan, adanya PERDA Anti Rentenir diharapkan akan
memudahkan aparat pemerintah di daerah dan penegak hukum di daerah menjalankan
tugas dan wewenangnya sebagai pelayan masyarakat.
Dua UU yang disebut di atas, yakni UU Perbankan dan UU BI, memang menjadi sumber hukum positif tidak dibenarkannya praktek rentenir/lintah darat atau pun bank liar, tapi ketentuan ini hampir bisa dipastikan hanya dimengerti oleh mereka yang paham bahasa hukum. Di tingkat pelaksana di lapangan, perlu rujukan aturan hukum yang lebih jelas dan tegas.
Dua UU yang disebut di atas, yakni UU Perbankan dan UU BI, memang menjadi sumber hukum positif tidak dibenarkannya praktek rentenir/lintah darat atau pun bank liar, tapi ketentuan ini hampir bisa dipastikan hanya dimengerti oleh mereka yang paham bahasa hukum. Di tingkat pelaksana di lapangan, perlu rujukan aturan hukum yang lebih jelas dan tegas.
2. Melakukan
edukasi kepada masyarakat berupa penyuluhan bahwa rentenir itu illegal.
Banyak masyarakat yang masih kurang paham dan
tentunya tidak sadar bahwa bunga yang ditawarkan oleh bak illegal cukup untuk
mencekik leher. Hal ini terbukti dari minat masyarakat untuk terus menerus
memperpanjang dan memperbesar utangnya kepada rentenir, entah karena sudah
terlanjur basah atau karena memang karena keadaan yang benar-benar menghimpit.
Padahal bunga yang ditawarkan oleh bank legal adalah tidak sampai melangit
seperti pada bank illegal. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman masyarakat
terhadap aksi-aksi rentenir yang terus bergentayangan di masyarakat. Pemerintah
wajib melakukan edukasi kepada masyarakat bahwa rentenir itu illegal, lintah
darat, dan sangat merugikan masyarakat.
3.
Penutup
Daftar Bacaan
Hariara.2008.batak si rentenir. [ON LINE].
http ://wordpress.com/2008/06/14/batak-si-rentenir-2/[05
Desember 2011]
Asepramlan.2011.bank atau rentenir. [ON LINE].
http://blogspot.com/2011/02/bank-atau-rentenir-.html?m=1[09
Desember 2011]
thank u
BalasHapusijin copas ya, makasih
BalasHapus